BANDAR LAMPUNG Grahapost – Pemerintah melalui Kementerian Koperasi dan UKM (KemenkopUKM) mengakui potensi sektor pertanian di Propinsi Lampung sangat besar. Beberapa komoditas unggulan yang dihasilkan dari wilyah ini seperti gula, kopi, nanas, udang, beras, pisang, coklat, jagung dan lainnya melimpah. Oleh sebab itu dengan angka produksi yang begitu besar tersebut menjadikan Lampung sebagai salah satu Propinsi yang akan menjadi penyangga kebutuhan pangan nasional.
Menteri Koperasi dan UKM, Teten Masduki, mengatakan komoditas pangan unggulan yang dihasilkan dari wilayah ini harus dioptimalkan untuk dikelola dengan baik melalui wadah koperasi. Dia meyakini di tangan koperasi yang jumlahnya cukup banyak di Lampung bisa dikelola menjadi produk turunan yang mampu menciptakan nilai tambah.
“Pak Presiden telah memerintahkan kami (para menteri) untuk perkuat sektor pangan. Nah Lampung jadi salah satu Propinsi yang punya potensi sangat besar untuk jadi lumbung pangan nasional. Maka pemerintah fokus membangun infrastruktur juga di Lampung karena kita ingin Lampung jadi pusat pangan nasional. Apalagi Gubernurnya orang pertanian jadi ini cocok dan momentum yang sangat baik,” ujar Teten Masduki dalam acara Pengarahan Model Bisnis Pengembangan Koperasi Sektor Pangan di Hotel Novotel, Bandar lampung. Rabu (8/9/2021).
Acara ini juga dihadiri oleh Gubernur Bandarlampung Arinal Djunaidi, Kepala Bank Indonesia Bandarlampung Budiyanto, Deputi Bidang Kewirausahaan KemenkopUKM Siti Azizah dan Deputi Bidang Perkoperasian KemenkopUKM Ahmad Zabadi.
Teten menjelaskan bahwa Badan Pangan Dunia (Food and Agriculture Organization /FAO) telah memberikan peringatan bahwa dunia akan menghadapi ancaman krisis pangan di tahun mendatang. Hal ini menjadikan upaya percepatan pembangunan sektor pangan harus segera dilakukan agar Indonesia tidak masuk dalam fase krisis pangan tersebut. Dia berharap koperasi yang ada di Lampung dapat bergandengan tangan untuk mewujudkan misi pemerintah tersebut.
Diakui bahwa masalah utama yang dihadapi koperasi di Lampung khususnya yang bergerak di sektor pertanian adalah skala usahanya masih kecil. Akibatnya jumlah produksi yang dihasilkan tidak mampu mencapai skala industri. Oleh sebab itu Teten meminta agar koperasi-koperasi yang bergerak di sektor pertanian, perkebunan dan perikanan di wilayah Lampung dapat menyatu atau merger. Dengan cara ini maka hasil produksi akan terjamin baik dari sisi kuantitas, kualitas dan aspek keberlanjutan.
“Karena itu ini momentum untuk kerjasama membangun koperasi pangan yang besar di Lampung ini. Maka konsep korporatisasi petani melalui koperasi adalah jawaban bagaimana petani perorangan yang punya lahan sempit itu dikonsolidasi melalui koperasi agar produknya bisa masuk skala ekonomi,” lanjut Teten.
Teten mencontohkan keberhasilan pengelolaan koperasi peternakan sapi terbesar di Selandia Baru bernama Fonterra yang memiliki sekitar 15 juta ekor sapi. Peternak yang merupakan anggota koperasi hanya fokus mengurus sapi dan menjaga produksi susu. Sedangkan tugas koperasi yang mengurus pengolahan produk dan pemasarannya atau sebagai offtaker. Cara kerja seperti ini harus bisa diterapkan pada koperasi – koperasi di Indonesia agar bisa mewujudkan ketahanan pangan.
“Saat ini di banyak negara seperti di Belanda, Eropa, Amerika yang mengelola sektor pangan bukan lagi korporasi tapi koperasi, jadi saya berharap di Lampung ini bisa lahir koperasi modern seperti itu,” sambung Teten.
Di tempat yang sama Gubernur Bandarlampung, Arinal Djunaidi, mengapresiasi komitmen pemerintah pusat untuk menjadikan Propinsi Lampung sebagai wilayah yang konsisten menjaga produktifitas sektor pangan. Menurutnya kerja sama yang dilakukan selama ini antara pemerintah pusat dan daerah membuahkan hasil dimana tingkat pertumbuhan ekonomi di Bandarlampung menjadi yang tertinggi di Pulau Sumatera. Pertumbuhan ekonomi di Bandarlampung terbesar dikontribusikan oleh sektor industri makanan dan minuman yang mencapai 35,88 persen.
Arinal Djunaidi menegaskan siap untuk mengelola produk-produk pertanian melalui koperasi asalkan ada jaminan harga yang kompetitif oleh pemerintah pusat. Dia akan mengoptimalkan peranan koperasi di wilayah kerjanya untk dapat memproses produk-produk pertanian, peternakan, perkebunan dan perikanan untuk dilakukan hilirisasi sehingga dapat menghasilkan nilai tambah yang lebih tinggi.
“Produk produk kita banyak di hulu seperto jagung, kopi, coklat, udang tapi mengapa mengapa kita tidak proses itu. Namun dengan kerjasama yang erat kedepan saya siap laksanakan perintah Pak Menteri (Teten Masduki) untuk diolah, saya akan minta koperasi yang berkelas untuk bekerja,” kata dia.
Untuk jumlah koperasi di Bandarlampung, lanjut Djunaidi, saat ini sebanyak 5.653 unit. Dari jumlah itu koperasi yang aktif sebanyak 2.087 unit dengan jumlah anggota 2,2 juta orang. Total volume usaha yang dijalankan oleh koperasi mencapai Rp4,41 triliun. Untuk memaksimalkan potensi koperasi tersebut Pemprov Bandarlampung komitmen akan mengupayakan untuk memetakan jenis usaha koperasi yang sama model bisnisnya untuk disatukan.
“Kita akan lakukan dalam kerangka kebijakan yang strategis untuk membangun sektor pertanian melalui pembangunan infrastruktur dulu. Jadi nantinya para petani tidak lagi kesulitan mengangkut hasil produksinya ketika infrastruktur sudah baik,” pungkas Djunaidi. (*).